Jakarta, Kabar Medsos – Desain istana negara untuk proyek Ibu Kota Negara (IKN) viral di media sosial beberapa hari terakhir. Hal tersebut menjadi viral setelah beredar gambar tangkapan layar (ScreenShot) dari video pendek yang diantaranya memperlihatkan desain istana negara dengan desain burung Garuda.
Ada lima kelompok asosiasi profesi yang menyampaikan kritik atas desain itu. Kelima asosiasi itu yaitu Asosiasi Profesi Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), Green Building Council Indonesia (GBCI), Ikatan Ahli Rancang Kota Indonesia (IARKI), Ikatan Arsitek Lanskap Indonesia (IALI), dan Ikatan Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota (IAP).
“Atas publikasi yang disampaikan dalam Instagram Bapak Suharso Monoarfa tersebut, telah mengundang ragam reaksi dari para anggota lintas asosiasi profesi,” tulis keterangan resmi lima asosiasi.
Menurut lima asosiasi tersebut, metafora, terutama yang dilakukan secara harafiah dan keseluruhan dalam dunia perancangan arsitektur era teknologi 4.0 adalah pendekatan yang mulai ditinggalkan karena ketidakampuan menjawab tantangan dan kebutuhan arsitektur hari ini dan masa mendatang. Metafora harafiah yang direpresentasikan melalui gedung patung burung tersebut, menurut mereka, tidak mencerminkan upaya pemerintah dalam mengutamakan forest city atau kota yang berwawasan lingkungan.
“Metafora hanya mengandalkan citra, yang dilakukan secara keseluruhan dapat diartikan secara negatif dikaitkan dengan anatomi tubuh yang dilekatkan dalam metafor,” tuli kelima asosiasi tersebut.
Oleh karena itu, lima asosiasi profesi itu menyarankan istana versi burung Garuda disesuaikan menjadi monumen atau tugu yang menjadi tengaran atau landmark pada posisi strategis tertentu di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP). Mereka juga meminta desain burung Garuda ilepaskan dari fungsi bangunan istana.
Asosiasi pun mengusulkan desain bangunan gedung istana disayembarakan dengan prinsip dan ketentuan desain yang sudah disepakati dalam hal perancangan kawasan maupun tata ruangnya, termasuk target menjadi model bangunan sehat beremisi nol.
Terkait kepentingan awal pembangunan IKN, asosiasi menilai memulai pembangunan tidak harus melalui bangunan gedung, tetapi dapat melalui Tugu Nol yang dapat ditandai dengan membangun kembali lanskap hutan hujan tropis seperti penanaman kembali pohon endemik Kalimantan.
Hal itu juga nantinya bisa menjadi simbol bahwa pembangunan ibu kota baru memang merepresentasikan keberpihakan pada lingkungan.
“Yaitu ‘membangun hutan terlebih dahulu baru membangun kotanya’ sebagaimana disebutkan dalam konsep sayembara Nagara Rimba Nusa,” tertulis dari pernyataan lima asosiasi tersebut.
Desain Istana Negara dengan Desain Burung Garuda
Seniman Nyoman Nuarta siap menjelaskan desain istana negara dengan desain burung garuda di ibu kota baru ke sejumlah kelompok profesi yang memprotes karyanya. “Katanya ada 5 asosiasi yang protes itu. Enggak usah lima, sepuluh (asosiasi protes) juga boleh,” katanya, Kamis 1 April 2021.
Pernyataan itu disampaikan Nyoman Nuarta usai Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memilih desain istana negara dari sayembara yang disebutnya terbatas. Gambar desain yang kemudian berkembang viral tersebut belakangan mengundang reaksi dari sejumlah kalangan.
Nyoman Nuarta juga menanggapi adanya pihak yang mempertanyakan latar belakangnya bukan arsitek tapi kemudian desainnya yang terpilih. “Pematung bikin (karya) arsitek itu urusan kita, nggak bisa diatur,” ujarnya. Ia pun menilai tidak ada seorang pun yang boleh membatasi kreativitas orang lain.
Meski banyak yang mengenalnya sebagai pematung, Nuarta sebetulnya telah mendirikan biro arsitek sejak lama. Pada 1975 ketika masih kuliah di Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB, Nyoman Nuarta ikut mendirikan perusahaan konsultan bernama Artech Matra, kemudian Megapola. Pada 2004 ia mendirikan NuArt Consultant.
Di perusahaan konsultan itu, Nuarta kemudian merekrut pekerja yang punya sertifikat keahlian arsitek. Ada juga ahli struktur bergelar doktor dan profesor. “Ide-idenya dari saya yang dikembangkan,” katanya.
Sepanjang perjalanan, kata Nuarta, pihaknya juga beberapa kali kalah saat mengikuti sayembara beberapa proyek perancangan. Ia mencontohkan pada sayembara bandara Hang Nadim di Batam, Bali, dan Jakarta. Pun di Proyek Wisata Komodo pihaknya kalah juga. “Jadi biasa kan kompetisi kita kalah, jangan marah-marah lah,” ujarnya.
Setelah desain istana negara di ibu kota ini terpilih, Nuarta mengaku bekerja untuk pemerintah. “Saya bekerja untuk PUPR karena ini kan swakelola dalam prarencana ini,” tuturnya.
[Tempo]