Hari Pers Nasional (HPN) diperingati setiap tanggal 9 Februari.
Sejarah hari pers berhubungan erat dengan organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Karena pada tanggal 9 Februari 1946, terbentuk organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Selanjutnya pada tanggal 23 Januari 1985, Presiden Soeharto kemudian menetapkan bahwa tanggal 9 Februari sebagai Hari Pers Nasional. Peringatan HPN dikukuhkan dalam Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1985.
Dalam Kepres tersebut, disebutkan bahwa pers nasional Indonesia mempunyai sejarah perjuangan dan peranan penting dalam melaksanakan pembangunan sebagai pengamalan Pancasila.
Tema Hari Pers Nasional 2021
Hari Pers Nasional 9 Februari 2021 mengangkat tema:
“Bangkit dari Pandemi, Jakarta Gerbang Pemulihan Ekonomi, Pers sebagai Akselerator Perubahan.“
Peringatan HPN 2021 pada awalnya akan dilaksanakan di Kendari, Sulawesi Tenggara. Namun, karena pandemi Covid-19 belum juga reda, pusat perhelatan HPN 2021 diputuskan dialihkan ke Jakarta.
Sejarah Hari Pers Nasional
Dikutip dari halaman PWI, terbentuknya organisasi itu berawal dari pertemuan para wartawan dari seluruh Indonesia, yang berkumpul di balai pertemuan Sono Suko, Surakarta, pada 9-10 Februari 1946.
Dalam pertemuan itu, para pemimpin surat kabar, majalah, dan wartawan yang hadir menyepakati terbentuknya organisasi wartawan Indonesia dengan nama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Ketua pertama PWI adalah Mr. Sumanang Surjowinoto, dengan sekretaris Sudarjo Tjokrosisworo.
Selain memilih ketua dan sekretaris, pertemuan itu juga menyepakati komisi PWI yang beranggotakan:
- Sjamsuddin Sutan Makmur (Harian Rakjat, Jakarta)
- B. M. Diah (Merdeka, Jakarta)
- Abdul Rachmat Nasution (Kantor Berita Antara, Jakarta)
- Ronggodanukusumo (Suara Rakjat, Modjokerto)
- Mohammad Kurdie (Suara Merdeka, Tasikmalaya)
- Bambang Suprapto (Penghela Rakjat, Magelang)
- Sudjono (Berdjuang, Malang)
- Suprijo Djojosupadmo (Kedaulatan Rakjat, Yogyakarta)
Komisi sepuluh orang tersebut dinamakan juga “Panitia Usaha” yang dibentuk oleh Kongres PWI di Surakarta tanggal 9-10 Februari 1946.
Tugas mereka adalah merumuskan hal-ihwal suratkabar nasional waktu itu dan usaha mengkoordinasinya dalam satu barisan pers nasional, dimana ratusan jumlah penerbit harian dan majalah semuanya terbit dengan hanya satu tujuan.
Tujuannya yaitu “Menghancurkan sisa-sisa kekuasaan Belanda, mengobarkan nyala revolusi, dengan mengobori semangat perlawanan seluruh rakyat terhadap bahaya penjajahan, menempa persatuan nasional, untuk keabadian kemerdekaan bangsa dan penegakan kedaulatan rakyat.”
Peringatan Hari Pers nasional (HPN) Pertama
Gagasan awal mengenai HPN muncul pada Konggres ke-16 PWI, Desember 1978, di Padang, Sumatera Barat. Salah satu keputusan kongres waktu itu adalah mengusulkan kepada pemerintah agar menetapkan tanggal 9 Februari yang sekaligus tanggal lahir PWI sebagai HPN.
Sebelum ditetapkan resmi oleh pemerintah, Hari Pers Nasional diperingati pertama kali pada 9 Februari 1981 bertepatan dengan ulang tahun PWI ke-35.
Peringatan tersebut dipusatkan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, bersamaan dengan Konferensi Kerja PWI tanggal 9-11 Februari 1981.
Selanjutnya, dalam sidang ke-21 Dewan Pers (berdiri 1968) di Bandung pada 19 Februari 1981, usulan penetapan tanggal 9 Februari sebagai HPN disetujui oleh Dewan Pers untuk kemudian disampaikan kepada pemerintah.
Setelah tujuh tahun diusulkan, terbitlah Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1985 yang menetapkan 9 Februari sebagai Hari Pers Nasional. Peringatan HPN pertama kali secara resmi diselenggarakan di Gedung Utama Pekan Raya Jakarta, 9 Februari 1985.
Serikat Grafika Pers (SGP)
26 tahun kemudian menyusul lahir Serikat Grafika Pers (SGP), karena pengalaman pers nasional menghadapi kesulitan di bidang percetakan pada pertengahan tahun 1960-an.
Kesulitan tersebut meningkat sekitar tahun 1965 sampai 1968 berhubung makin merosotnya peralatan cetak di dalam negeri.
Sementara di luar Indonesia sudah digunakan teknologi grafika mutakhir, yaitu sistem cetak offset menggantikan sistem cetak letter-press atau proses ‘timah panas’.
Pada Januari 1968 sebuah nota permohonan, yang mendapat dukungan SPS dan PWI, dilayangkan kepada Presiden Soeharto waktu itu, agar pemerintah turut membantu memperbaiki keadaan pers nasional, terutama dalam mengatasi pengadaan peralatan cetak dan bahan baku pers.
Undang-undang penanaman modal dalam negeri yang menyediakan fasilitas keringanan pajak dan bea masuk serta dimasukkannya grafika pers dalam skala prioritas telah memacu berdirinya usaha-usaha percetakan baru.
Berlangsung Seminar Grafika Pers Nasional ke-1 pada bulan Maret 1974 di Jakarta.
Kelahiran SGP dikukuhkan dalam kongres pertamanya di Jakarta, 4-6 Juli 1974.
Berdasarkan UU pers tahun 1982, organisasi periklanan dinyatakan sebagai komponen keluarga pers nasional.
Ditetapkan juga bahwa bidang usaha (aspek komersial) periklanan berada di bawah pembinaan Departemen Perdagangan & Koperasi sedangkan bidang operasionalnya ditempatkan dalam pembinaan Departemen Penerangan.